Serabi merupakan jajanan pasar tradisional yang berasal dari Indonesia.[1] Makanan ini sudah ada sekurang-kurangnya semenjak awal abad ke-19, atau bahkan dari abad yang sebelumnya. Terbukti, penganan ini telah dicantumkan dalam Serat Centhini, yang dianggap sebagai ensiklopedia kebudayaan Jawa, pada tembang (pupuh) ke-157 bait 18.[2] Diceritakan bahwa serabi ini adalah salah satu dari banyak jenis jajanan yang dijajakan di halaman rumah pada saat ada pertunjukan wayang kulit di malam hari. Disebutkan pula sebelumnya, bahwa sembilan macam serabi juga merupakan bagian dari aneka penganan yang perlu disiapkan sebagai sajen pertunjukan wayang dan ruwatan (Pupuh 157:7-8).
Pakar kuliner, Bondan Winarno mengatakan bahwa kemungkinan makanan ini mendapat pengaruh dari budaya kuliner India dan juga Belanda.[3] Di Jawa Barat, serabi dikenal dengan nama surabi atau sorabi. Serabi yang terkenal di Indonesia adalah serabi Bandung dan serabi Solo.[3]
Bahan dasar untuk membuat serabi adalah tepung beras, santan kelapa, dan garam. Variasi lainnya adalah serabi manis dengan gula, diberi aroma pandan atau vanila. Secara tradisional, di banyak tempat di Jawa dan Lampung, serabi dimasak dengan menggunakan periuk tanah liat kecil dan dipanggang di atas tungku arang atau kayu api. Sedangkan serabi modern, seperti di Solo dimasak dengan menggunakan wajan kecil.[3][4] Kue ini memiliki tekstur yang empuk dan rasanya manis.[5] Serabi biasanya dijajakan di pagi hari dan dimasak menggunakan tungku sehingga menghasilkan rasa yang khas. Kadang-kadang telur ayam yang telah dikocok ditambahkan ke atas adonan serabi yang sedang dimasak. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak penjual yang terus berinovasi dengan menambahkan berbagai topping seperti sosis, keju, maupun mayones yang tujuannya untuk mematahkan asumsi bahwa serabi adalah makanan yang terkesan rendahan. Tempat yang menyajikan serabi dengan berbagai variasi rasa tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bogor.